
Sultan diarak dari Istana Bala Kuning, bersama permaisuri menggunakan tandu dengan hiasan warna kuning, yang disebut Juli. Sejak pagi hari, lonceng di istana sudah berdentang, menandai mulainya prosesi adat. Sultan dan permaisuri, Andi Tenri Djadjah Burhanuddin diarak sambil diiringi pasukan bertombak dan hulubalang istana, dengan musik rebana khas Sumbawa. Bersama permaisuri Sultan keluar istana Bala Kuning dengan bacaan Shalawat Nabi Muhammad SAW.
Ribuan warga memadati dua sisi Jl Dr Wahidin dan Jl Sudirman, jalan protokol yang dilalui rombongan sultan. Rombongan bergerak dari Istana Bala Kuning menuju Istana Dalam Loka, istana kayu milik Kesultanan Sumbawa yang dibuat tahun 1885 silam. Di istana tua itu, Sultan dan Permisuri istirahat sejenak, sebelum menuju Masjid Agung Nurul Huda, tempat penobatan berlangsung. Di Masjid Agung, penobatan sultan tidak dilakukan dengan pengambilan sumpah, melainkan Sultan membacakan sumpahnya sendiri dengan bahasa Arab disaksikan Imam Masjid Agung. Sultan bersumpah sebagai orang yang ditakdirkan sebagai Sultan. Isinya antara lain kalau Sultan tidak adil maka dirinya akan dilaknati Al Quran 30 Juz. Usai sumpah itu, Sultan selanjutnya melantik pengurus Tana Adat Samawa.
Selain oleh masyarakat, upacara penobatan dihadiri beberapa raja, diantaranya Raja Denpasar IX, Raja Niki Niki, Timor Tengah Selatan, NTT, Raja Gowa, Sulawesi Selatan, dan juga Gusti Kanjeng Ratu Hemas dari Kesultanan Ngayogyakarta. Gubernur NTB, M Zainul Majdi bersama pejabat Pemprov dan Pemkab Sumbawa dan Sumbawa Barat juga hadir di arena penobatan.


5 April 2011, memang layak disebut sebagai hari paling bersejarah bagi kami, masyarakat Sumbawa. Bukan saja karena dihari itu dilakukan penobatan Sultan setelah 36 tahun tertunda. Pada hari itulah kami sebagai masyarakat Sumbawa merasa harga diri, pengakuan, dan kehendak untuk berdiri tegak dan sejajar dengan masyarakat lain dibumi Nusantara dan diseluruh dunia sepertinya terwujud. Prosesi penobatan sultan itu sendiri hanyalah sebuah momentum dimana kami memaknai kembali sejarah kami; sebuah peneguhan, kedaulatan dan harga diri sebagai sebuah masyarakat yang memiliki akar, cita-cita serta kehormatan.
[Source : senimana dot com by Tessar Dhana Gelora & Paox Iben]
0 komentar:
Posting Komentar