Senin, 15 Oktober 2012

DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF TEORI

“Kita harus memikirkan bukan saja bentuk pemerintahan apa yang terbaik, namun juga apa yang mungkin dan paling mudah dicapai oleh semua.”(Aristoteles) 

Keberadaan demokrasi memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Demokrasi meskipun dalam konsep dan lingkup yang masih sangat sederhana telah dikemukakan sejak jaman yunani kuno. Pada masa itu para filosuf sudah mencoba mengemukakan tentang tatanan hidup bermasyarakat yang ideal. Plato, menyatakan bahwa negara yang ideal adalah negara yang dipimpin oleh para filosuf. Dalam kurun waktu berikutnya Aristoteles muncul dengan konsep yang berbeda dengan Plato. Menurut Aristoteles ada tiga bentuk pemerintahan yang ideal, yaitu : 

  1. Monarki (kerajaan), merupakan pemerintahan oleh satu orang yang dari sudut pandang otoritas politik merupakan orang yang amat suci. Bentuk ini kemudian merosot menjadi tirani atau despotik.
  2. Aristokrasi, merupakan pemerintahan yang dijalankan oleh sekelompok orang. Bentuk ini kemudian merosot menjadi Oligarki. 
  3. Polity, merupakan pemerintahan yang dijalankan oleh banyak orang. Istilah polity menggambarkan pemerintahan oleh kelas menengah. Bentuk ini kemudian merosot menjadi demokrasi. 
Dengan demikian demokrasi menurut Aristoteles bekanlah merupakan bentuk pemerintahan yang ideal. Pertanyaannya adalah kenapa demokrasi justru dipakai oleh negara kota (polis) pada masa itu? Pada masa itu, ada dua polis yang cukup besar yaitu Sparta dan Athena. Sparta berbentuk oligarki dan Athena berbentuk demokrasi. Demokrasi yang dipraktekkan di Athena adalah “demokrasi langsung”. Kembali ke pertanyaan diatas, model demokrasi dipakai karena model ideal yakni polity, sangat sulit untuk dicapai. Dalam perkembangan selanjutnya, demokrasi mengalami kemajuan yang sangat pesat, demokrasi dipakai oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Namun demikian, seiring dengan semakin kompleksnya tatanan masyarakat, serta luasnya lingkup dari suatu negara. Demokrasi langsung sebagaimana dipraktekkan di Athena, tidak cukup efektif untuk diterapkan lagi. Sebagai penggantinya muncullah konsep “demokrasi perwakilan”. Dengan demikian, berdasarkan model pelaksanaannya dikenal ada demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Keduanya, tentu bukan harga mati, diskursi tentang demokrasi terus bergulir. Dalam studi ilmu politik, pandangan tentang demokrasi terbentang dari aliran pemikiran (school of thought) yang maksimalis sampai yang minimalis. 

Aliran maksimalis berpendapat bahwa demokrasi pembentukan pemerintahan rakyat, tidak sekedar terbatas pada urusan hak memilih dan dipilih pada pemilihan umum. Dalam konsepsi demokrasi model maksimalis rakyat terlibat dalam semua urusan politik sehari-hari. Di seberang aliran maksimalis, aliran yang lain disebut minimalis, yang mengkritik demokrasi maksimalis yang memandang demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Menurutnya idealisme demokrasi semacam itu tidak dapat direalisasikan karena pada kenyataannnya hak rakyat hanyalah terbatas pada urusan untuk memilih para politisi pada pemilihan umum, setelah itu hak untuk menentukan kebijakan sudah ada di tangan para politisi (elit) tersebut. Di samping itu, perdebatan tentang konsep demokrasi juga mengalir antara dua pandangan, prosedural dan substansial. Pandangan pertama, berpendapat bahwa sesuatu dikatakan demokratis jika prosedur demokrasi sudah terpenuhi. Misalnya; rekrutmen penjabat publik dikatakan demokratis jika ditempuh melalui mekanisme Pemilu. Sementara itu pandangan kedua berpendapat bahwa susuatu dikatakan demokratis jika substansi demokrasi sudah terpenuhi. Substansi demokrasi adalah penyelenggaraan sepenuhnya kehendak rakyat. 

Meskipun demokrasi sudah diperbincangkan dalam kurun waktu yang sangat panjang, difinisi tentang demokrasi belum menemukan bentuk yang pasti dan baku. Tafsir atas demokrasi akan selalu berbeda dari satu kepala dengan kepala lainnya, tempat dengan tempat lainnya, bahkan pemahaman atas demokrasi akan berbeda dari waktu ke waktu. Karena, menurut Hegel segala sesuatu akan mengalami dinamika, dari tesis, antitesis, kemudian menjadi sintesis. Namun demikian, para ilmuan bersepakat bahwa inti dari demokrasi adalah kedaulatan berada ditangan rakyat. Sehingga “daulat tuanku” harus diganti menjadi “daulat rakyat”. 

 SALAM DEMOKRASI!!! 

 Artikel Konstributor; Marwan Arjuli, S.Pd

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com